Get paid To Promote at any Location

Rabu, April 22, 2009

Makanan Rendah Karbohidrat Turunkan Insulin


Walaupun tidak semua pengaturan diet makanan dapat diterapkan atau bermanfaat bagi setiap orang, saya pikir ada beberapa hal, yang secara umum dapat menjadi pegangan. Salah satunya, jika Anda ingin panjang umur dan hidup sehat, lakukan apa yang bisa untuk memastikan keseimbangan kadar gula darah dan kadar insulin Anda.


Dalam prakteknya, ini berarti mengonsumsi makanan sehari-hari yang cenderung tidak mengganggu kadar gula darah (dan berkonsekuensi mengganggu kadar insulin), seperti daging, ikan, telur, sayur-sayuran hijau, buah-buahan tertentu (seperti apel, buah-buahan jenis berry), buncis, miju-miju (lentil), kacang-kacangan, dan biji-bijian.

Makanan yang secara umum perlu dihindari, dapat Anda perhatikan, adalah makanan-makanan yang mengandung gula kristal rafinasi (terkadang juga disebut gula batu) dan tepung yang berkarbohidrat, seperti roti, kentang, beras, pasta, dan sereal.

Makanan utama di atas seringkali dianggap sebagai makanan rendah-karbohidrat berdasarkan atas kandungan karbohidratnya yang sangat rendah dibandingkan makanan kaya-tepung yang sering dipromosikan (dan dikonsumsi) dewasa ini. Sebagian orang bahkan merekomendasikan jenis makanan kaya-tepung seperti di atas bagi penderita diabetes, meskipun karbohidrat adalah unsur makanan yang secara spesifik sangat sulit dihindari oleh penderita diabetes.

Alasan bahwa seorang penderita diabetes perlu melakukan diet-karbohidrat berasal dari fakta bahwa semakin sedikit karbohidrat yang dikonsumsi seseorang, semakin rendah kadar gula darahnya. Dan risiko atas kondisi yang tetap tersebut, merupakan keuntungan bagi penderita diabetes, yang mungkin berambisi dapat mengontrol kadar gula darahnya dalam kondisi normal.

Bagaimanapun juga, alasan penting lain adalah makanan yang rendah atau menurunkan karbohidrat 'hanya' membutuhkan lebih sedikit insulin untuk disekresikan oleh pankreas tubuh. Secara umum, semakin sedikit hormon insulin yang dikeluarkan seseorang, semakin sedikit kemungkinan mereka menderita resistensi insulin (ketika kemampuan tubuh untuk menurunkan efek gula darah dengan insulin telah tumpul). Lagipula, lebih sedikit hormon insulin berarti juga lebih sedikit kemungkinan sel pankreas yang bertugas mengeluarkan insulin-sel beta-menjadi kelelahan.

Pada dasarnya, semakin banyak insulin yang dikeluarkan seseorang dari waktu ke waktu, semakin tinggi kemungkinan mereka menderita kekurangan insulin atau ketidakmampuan jaringan tubuh bereaksi terhadap insulin secara wajar. Ini adalah situasi yang banyak ditemukan pada penderita diabetes tipe-2, terutama sekali, secara logika, jika mereka mengonsumsi makanan yang sarat karbohidrat, termasuk makanan yang kaya tepung.

Tentu saja konsep pengendalian asupan karbohidrat bukan hanya relevan bagi penderita diabetes, namun juga bagi mereka yang tidak ingin menderita diabetes. Saya kemudian tertarik untuk membaca studi terbaru yang menguji efek makanan rendah karbohidrat dan rendah-lemak (sekaligus tinggi karbohidrat) dalam kelompok anak remaja berusia 12 sampai 18 tahun yang mengalami obesitas. Dalam studi selama 12 minggu ditemukan bahwa makanan ini menunjukkan performa yang sama pada perubahan ukuran seperti body mass index (BMI) dan indeks persentase lemak.

Di sisi lain, makanan rendah karbohidrat menunjukkan kinerja yang lebih baik dibandingkan makanan rendah lemak dalam dua hal utama. Pertama, kadar insulin menunjukkan tingkat yang lebih rendah pada mereka yang mengonsumsi makanan rendah karbohidrat. Peneliti juga menggunakan penilaian yang dikenal sebagai homeostatic model assessment (HOMA), yang digunakan untuk mengukur perkembangan penderita resistensi insulin dan kelelahan sel beta. Di sini pun, mereka yang mengonsumsi makanan rendah karbohidrat menunjukkan performa yang lebih baik.

Singkat kata, setelah tiga bulan mengonsumsi makanan rendah karbohidrat, anak-anak remaja tersebut menunjukkan peningkatan dalam biokimia mereka, yang akan, secara umum, dapat menurunkan risiko mengidap diabetes tipe-2 dari waktu ke waktu. Bukti ini sejalan dengan riset lain yang telah menemukan bahwa konsumsi karbohidrat pengganggu gula darah dihubungkan dengan peningkatan risiko diabetes.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar