Peneliti Pusat Penelitian (Puslit) Biologi LIPI, Praptiwi, mengungkapkan kemungkinan itu setelah dia melakukan uji simulasi terhadap tikus putih.
Ia memberi ekstrak dari tumbuhan yang termasuk kelompok "simaroubaceae", yaitu tanaman pasak bumi, buah makasar, kayu pahit, dan kayu tulang, kepada tikus putih selama tujuh hari berturut-turut.
"Ternyata terdapat kerusakan pada sel ginjal dan sel hati," kata Praptiwi di Puslit Biologi LIPI, Cibinong, Jawa Barat, Rabu.
Ia menjelaskan hal tersebut bisa menjadi indikasi adanya zat beracun yang terdapat dalam empat jenis tanaman yang tergolong dalam kelompok "simaroubaceae" itu.
Oleh karena itu dibutuhkan penelitian lanjutan untuk mengetahui apakah penggunaan jenis-jenis tanaman tersebut berdampak sama jika dikonsumsi secara teratur pada sel ginjal dan sel hati manusia.
"Kami menggunakan mencit karena siklus parasit malarianya sama dengan siklus parasit malaria pada manusia," kata Praptiwi.
Masyarakat lokal mengonsumsi olahan tanaman pasak bumi, buah makasar, kayu pahit, serta kayu tulang, sebagai obat tradisional untuk mengobati penyakit malaria.
Praptiwi menjelaskan di dalam empat tanaman tersebut memang terdapat komponen kimia yang dapat mengobati penyakit malaria.
"Penelitian lebih lanjut akan memisahkan mana komponen kimia yang menyebabkan kerusakan, dan mana komponen kimia yang bermanfaat bagi pengobatan malaria," kata peneliti yang sejak lama meneliti tanaman obat malaria tersebut.
Ia juga memperkirakan penelitian tersebut membutuhkan waktu sekitar dua tahun lagi, untuk menemukan senyawa kimia murni dari tanaman pasak bumi, buah makasar, kayu pahit, dan kayu tulang yang dapat digunakan sebagai obat malaria.
(Antara)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar