"Tidak menarik, karena pemenangnya sudah bisa ditebak," kata Umar yang juga Direktur Eksekutif Lembaga Survei Nasional (LSN) di Jakarta, Minggu (12/4).
Jika melihat hasil hitung cepat perolehan suara partai politik dalam pemilu, kata Umar, kemungkinan pilpres hanya akan diikuti dua calon, satu dari Partai Demokrat(SBY) dan lainnya capres yang didukung PDI Perjuangan (Megawati).
Partai Golkar, meski sebelum pemilu menyatakan siap mengusung Ketua Umum-nya, Jusuf Kalla, sebagai capres, diperkirakan akan kembali "merapat" ke kubu SBY. "Kalau PDI-P mau mendukung capres selain Megawati, pilpres akan lebih menarik karena masih terbuka kemungkinan-kemungkinan lain," katanya.
Menurut dia, Megawati tidak mudah meraih kemenangan, karena orang sudah tahu rekam jejaknya. Berpasangan dengan siapa pun, berat bagi Megawati untuk bisa mengalahkan SBY.
Sejumlah capres alternatif seperti Prabowo Subianto, Sri Sultan Hamengku Buwono X, atau Rizal Ramli, sekecil apa pun tingkat keterpilihan (elektabilitas) mereka berdasar hasil survei, masih memiliki peluang mengalahkan SBY dibanding Megawati.
"Mega versus SBY itu ibarat Icuk Sugiarto melawan Yang Yang (pebulutangkis China) dalam bulutangkis. Icuk tidak pernah menang. Jadi, sebelum pertandingan orang sudah bisa menebak hasilnya," katanya.
Oleh karena itu, kata Umar, PDIP harus berani memasang tokoh lain sebagai capres. Sebagai konsesi, jika menang, mereka yang menguasai kabinet. "Masalahnya apa mau Mega mengurungkan diri sebagai capres," kata dosen Universitas Jayabaya Jakarta tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar